Jurnal Kommas



JURNALPERAN BRAND AWARENESS, PERCEIVED QUALITY, BRAND USAGE, BRAND PERFORMANCE, BRAND INNOVATION, DAN CSR AWARENESS DALAM MEMBENTUK BRAND EQUITY PRODUK ROKOK (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Kekuatan Merek Produk Rokok Kretek, Kretek Filter, Mild dan Rokok Putih di Kota Surakarta dan Sekitarnya Tahun 2013)Oleh:I WAYAN GILANG ADITYA SUBAWAD0209040PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2014PERAN BRAND AWARENESS, PERCEIVED QUALITY, BRAND USAGE, BRAND PERFORMANCE, BRAND INNOVATION, DAN CSR AWARENESS DALAM MEMBENTUK BRAND EQUITY PRODUK ROKOK (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Kekuatan Merek Produk Rokok Kretek, Kretek Filter, Mild dan Rokok Putih di Kota Surakarta dan Sekitarnya Tahun 2013)I Wayan Gilang Aditya SubawaDiah Kusumawati Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret SurakartaAbstractThe background of this study is that there are so many activities has been done by the tobacco company to form and obtain a Brand Equity in order to have a solid foundation so they can be a leader in the cigarette market. David A. Aaker (1996 : 8) considers that Brand Equity is “a set of brand assets and liabilities linked to a brand, its name and symbol that add to or subtract from the value provided by a product or service to a firm/or to that firm’s customers”. This sudy analyzed whether is there a contribution between the variables that form brand equity in cigarette product. Variables used in this study was developed from the David Aaker’s Brand Equity model and added by variables that arise due to the development of communication strategies of tobacco products. These variables are Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Usage, Brand Performance, Innovation and CSR Awareness.The data that used in this research is a secondary data, obtained from the Solo Best Brand Index (SBBI) 2013, organized by PT. Aksara Solopos. In this research, there are four categories in cigarette products: Kretek, Kretek Filter, Mild, and White Cigarettes. The sampling method that being used in this research is multi stage random sampling, with total 203 respondents, and the Margin Of Error (MOE) by 5,37.The data is analyzed with Structural Equational Modelling (SEM ) method to find out which element that has strongest role in building brand equity.The result in this study are in the kretek category, people tend to see experience in Brand Usage (1,03) as an element that have a significant role in building brand equity. In kretek filter category, people tend to see the company responsibility in CSR Awareness (1,04) as the element that have a significant role in kretek filter’s Brand Equity. In mild category, people also consider CSR Awareness (1,00). Meanwhile in white cigarettes category, people tend to see the user experience in Brand Usage (1,01).Key words : Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Usage, Brand Performance, Brand Innovation, CSR Awareness, Brand Equity.PendahuluanTerdapat banyak konsep yang dikemukakan oleh para ahli untuk membantu produsen memenangkan persaingan di pasar, dan meningkatkan loyalitaas konsumennya, salah satunya adalah konsep kekuatan atau ekuitas merek (brand equity) (Erdem, et al., 1999: 302). Konsep ekuitas merek telah menarik perhatian dari banyak peneliti dan produsen terkemuka, terutama untuk membantu membangun, mengoptimalkan, dan mempertahankan keunggulan produk untuk memperoleh keuntungan strategis di pasar. Jika sebuah merek mempunyai kekuatan yang kuat, merek tersebut akan memiliki berbagai keuntungan seperti membantu konsumen menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek, memberikan rasa percaya diri kepada konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, baik karena pengalaman masa lalu dalam karakteristiknya, dan bisa menguatkan kepuasan konsumen dengan pengalaman menggunakannya (Aaker, 1991: 16-17). Sedangkan untuk perusahaan, manfaat yang dapat diambil adalah bisa menguatkan program memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama, mampu menguatkan loyalitas merek, bisa memberikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan penggunaan, memungkinkan margin yang lebih tinggi dengan memungkinkan harga optimum (premium pricing) dan mengurangi ketergantungan pada promosi, serta memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan merek, dan memberikan dorongan dalam saluran distribusi (Aaker, 1991: 17).Ada banyak cara untuk meningkatkan kekuatan merek sebuah produk, dan juga ada banyak cara untuk mengukur elemen-elemen yang dapat meningkatkan kekuatan merek agar dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Meskipun ada banyak pendekatan untuk memahami kekuatan merek, kebanyakan pendekatan tersebut memiliki inti yang sama, yaitu bergantung pada pengetahuan dan pengalaman mengenai merek di benak konsumen, sebagai dasar dari kekuatan merek (Keller, 1993: 2). Dengan kata lain, kekuatan sesungguhnya dari sebuah merek berada di dalam pikiran, perasaan, gambaran mengenai produk, tingkat kepercayaan, dan pengalaman yang menancap di benak konsumen (Keller, 1993 : 3). Pengetahuan dan pengalaman mengenai sebuah merek inilah yang kemudian menjadi tolok ukur respon konsumen mengenai produk, harga, komunikasi, saluran pemasaran dan berbagai kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen.Seperti yang telah disebutkan di atas, memiliki basis kekuatan merek yang kuat dapat memberikan keuntungan yang sangat strategis dalam persaingan di pasar. Apalagi, pasar di Indonesia adalah pasar yang sangat besar, dan ketat, namun juga sangat menjanjikan jika dapat dikuasai dengan cara yang tepat. Salah satunya adalah pangsa pasar produk rokok di Indonesia. Menurut data yang dikutip dari Industry Update Volume 3 Februari 2013 yang dirilis oleh Office Of Chief Economist Bank Mandiri, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China, AS, dan Rusia. Jumlah batang rokok yang dikonsumsi di Indonesia mengalami peningkatan dari 182 miliar batang pada 2001 (Tobacco Atlas, 2002) menjadi 260,8 miliar batang pada 2009 (Tobacco Atlas, 2012). Sementara itu, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) memperkirakan konsumsi rokok pada 2012 telah mencapai 300 miliar batang.Konsumsi rokok tumbuh rata-rata 4,4% per tahun selama 2005- 2012 dan diperkirakan tumbuh 4%-5% di 2013. Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia tahun 2011 juga menunjukkan bahwa prevalensi merokok di Indonesia secara umum meningkat dari 27% pada 1995 menjadi 36,1% di 2011. Apabila dilihat lebih detail, prevalensi merokok pada laki-laki di Indonesia meningkat dari 53,4% pada 1995 menjadi 67,4% pada 2011. Angka prevalensi merokok pada laki-laki di Indonesia tahun 2011 tersebut sekaligus merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Rusia (60,6%), Banglades (58%), dan China (52,9%). Sedangkan pada perempuan di Indonesia, angka prevalensi meningkat dari 1,7% pada 1995 menjadi 4,5% di 2011.Peran komunikasi dalam strategi pemasaran rokok sangat besar, terutama dalam membangun brand awareness merek rokok tersebut di benak masyarakat. Salah satu kegiatan komunikasi yang gencar dilakukan produsen rokok untuk mengenalkan produknya adalah kegiatan beriklan, kegiatan sosial, dan inovasi produk rokok.Seiring dengan perkembangan dinamika pasar dan konsumen, serta semakin ketatnya persaingan produk rokok di Indonesia, dan banyaknya tindakan yang telah dilakukan oleh produsen rokok dalam mengembangkan kekuatan mereknya, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui mengenai “Peran Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Usage, Brand Performance, Brand Innovations, dan CSR Awareness Secara Simultan Dalam Membentuk Brand Equity Produk Rokok Di Kota Surakarta dan sekitarnya”.Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Adakah peran Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Usage, Brand Performance,Brand Brand Innovations, dan CSR Awareness secara simultan dalam membentuk Brand Equity produk rokok di Kota Surakarta dan sekitarnya?Telaah PustakaBrand EquityBrand equity atau kekuatan merk memiliki peran yang sangat penting dalam usaha produsen menguasai pasar. Merk yang memiliki kekuatan yang besar dapat menguasai pasar dimana merk tersebut terlibat. East (1997) menganggap kekuatan merk sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan. Kotler dan Keller (2008: 334-336) berpendapat bahwa ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak terhadap, merek, harga, pangsa pasar dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tidak berwujud yang penting yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan.Brand equity sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan suatu merk merasa puas dan merasa rugi bila berganti merk (brand switching), menghargai merk itu dan menganggapnya sebagai teman, dan merasa terikat kepada merk itu (Kotler, 2002).Sedangkan dalam sudut pandang David A. Aaker (1991: 16-17) brand equity didefinisikan sebagai serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merk yang terkait dengan sebuah merk, nama dan simbol, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan dari perusahaan tersebut. Dari sisi perilaku, ekuitas merk penting untuk memberikan diferensiasi yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif berdasrkan persaingan non hargaJadi dapat disimpulkan bahwa brand equity adalah hal-hal yang berkaitan dengan merk yang dapat menambah atau mengurangi nilai merk di benak konsumen.Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam usaha membangun kekuatan merek. Proses-proses komunikasi merupakan inti dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan, terutama untuk membangun brand awareness di benak konsumen. Kegiatan komunikasi pemasaran membantu membangun kekuatan merek dengan cara membentuk dan membangun image merek di benak konsumen.Iklan dan promosi adalah cara yang selama ini dipakai oleh perusahaan untuk membantu perusahaan berkomunikasi dan memasarkan produknya ke masyarakat. Dan selama ini iklan telah berkembang menjadi sistem komunikasi yang sangat penting tidak saja untuk produsen tapi juga konsumen. Pada sistem ekonomi yang berlandaskan pada pasar, konsumen semakin mengandalkan iklan dan bentuk promosi lainnya untuk mendapatkan informasi yang akan mereka gunakan untuk membuat keputusan mengenai pembelian (Morrisan, 2010: 1).Variabel Pembentuk Brand EquityDavid Aaker telah mendefinisikan beberapa variabel pembentuk Brand Equity atau Kekuatan merek. Variabel tersebut adalah Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Loyalty, Brand Association, dan Other Propietary Assets.Brand AwarenessAaker (1991: 61) mendefinisikan brand awareness atau kesadaran merek sebagai kemampuan dari calon pembeli untuk mengenali dan mengingat sebuah merek dalam sebuah kategori produk tertentu. Sangat penting bagi calon pembeli untuk mengenali sebuah merek supaya merek tersebut dapat masuk menjadi bahan pertimbangan dalam pembelian. Hal ini dikarenakan adanya fakta yang dikemukakan oleh Blackwell (2001) dalam Fouladivanda dkk (2013: 948) bahwa sebuah produk harus masuk ke dalam pikiran konsumen sebelum konsumen mulai mempertimbangkan merek tersebut, dan semakin tinggi tingkat awareness dapat meningkatkan peluang pembelian merek (Nedungadi, 1990: Yasin, 2007, dalam Fouladivanda: 2013: 948). Hal ini dapat menjelaskan mengapa konsumen cenderung membeli merek yang terkenal dibandingkan merek yang kurang terkenal (Hoyer, 1990: Macdonald dan Sharp, 2000, dalam Fouladivanda: 2013: 948).Aaker (1991: 64) menyatakan ada 4 tingkatan kesadaran merek, mulai dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi sebagai berikut: Tidak menyadari suatu merek Tingkat dimana calon pembeli sama sekali tidak menyadari adanya merek.Mengenal merekKonsumen dapat mengenali sebuah merek apabila konsumen diberi bantuan agar dapat mengenali merek tersebut.Mengingat merekKonsumen dapat mengingat merek tanpa bantuan apapun.Puncak pikiranTingkat dimana sebuah merek menjadi merek yang pertama disebutkan atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dalam tingkatan ini merek telah menjadi pokok utama dalam pikiran konsumen.Perceived QualityAaker (1991: 85-86) menyatakan bahwa perceived quality atau persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain.Persepsi ini muncul dari beberapa konsep seperti (Aaker 1991: 86-87): Kualitas aktual atau obyektif, yaitu sejauh mana sebuah produk atau jasa mampu memberikan layanan yang unggul.Kualitas berbasis produk, yaitu sifat dan kualitas bahan, termasuk fitur dan layanan.Kualitas manufaktur, yaitu usaha dari produsen untuk memberikan produk yang tanpa cacat.Brand LoyaltyAaker (1991: 17) mendefinisikan brand loyalty atau loyalitas merek sebagai tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mampu tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain. Bila loyalitas terhadap suatu merek meningkat, kerentanan terhadap serangan pesaing dapat dikurangi. Selanjutnya Aaker (1991) mengatakan bahwa perasaan suka terhadap merek dan komitmen dapat digunakan untuk mengukur loyalitas merek, untuk perasaan suka tersebut diukur dari liking, respect, friendship dan trust. Loyalitas erat kaitannya pengalaman dari pengguna merek dan tidak bisa terjadi tanpa adanya pengalaman sebelumnya, penekanan loyalitas merek hanya tertuju pada merek tertentu dan sulit dialihkan perhatiannya pada simbol lain tanpa adanya pengorbanan dalam nilai yang besar.Brand AssociationAaker (1991: 109) mendefinisikan brand association atau asosiasi merek sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi merek memegang peranan penting dalam evaluasi dan pemilihan produk oleh konsumen. Dikutip dari penelitian Osselaer dan Janiszewski (2001: 202), asosiasi merek merupakan dasar untuk pemahaman konsumen tentang pembuatan referensi merek (Alba, Hutchinson, dan Linch 1991), kategorisasi (Sujan, 1985), evaluasi produk (Broniarczyk dan Alba, 1994), persuasi (Greenwald dan Levitt, 1984), dan kekuatan merek (Aaker,1991 dan Keller, 1993: 1998). Asosiasi mengenai merek sendiri memiliki tingkatan. Kesan-kesan yang terkait pada sebuah merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasi. Asosiasi merek berbeda dengan citra merek dan positioning, tetapi masih memiliki kaitan. Citra merek adalah seperangkat asosiasi yang dikelola dengan beberapa cara-cara tertentu. Asosiasi dan citra merek keduanya mungkin dapat merepresentasikan realitas dari sebuah objek (Aaker, 1991: 110).Other Propietary AssetsAaker (1991) mengatakan bahwa Other Propietary Assets adalah aset-aset lain yang dimiliki oleh perusahaan. Aset tersebut bisa berupa hak paten, jaringan distribusi, atau hal-hal lainnya. Aaker juga meninggalkan variabel ini untuk kemudian dapat dikembangkan dengan mengikuti tren-tren pemasaran produk.Model Hybrid Brand EquityModel hybrid Brand Equity merupakan model yang dikembangkan oleh peneliti untuk memperluas cakupan penelitian, namun tetap berdasarkan teori-teori yang telah ada dan berkaitan dengan pengembangan Brand Equity. Elemen tersebut adalah : Brand UsageMenurut Romaniuk dan Gaillard (2007: 271) salah satu kunci untuk dapat memahami performa dari sebuah merk adalah personal experience atau pengalaman pribadi dari konsumen atas penggunaan dari merek tersebut. Pendapat ini diperkuat oleh Alba dan Hutchinson (1987) dalam Romaniuk dan Gaillard (2007: 271) yang menyatakan bahwa konsumen dari sebuah merek memiliki pengetahuan yang kuat mengenai sebuah merek. Pengetahuan ini bisa menjadi hal yang sangat berguna, terutama jika pengalaman yang timbul adalah pengalaman yang positif. Aaker (1996) dalam Kartono dan Rao (2006: 21) mengatakan bahwa customer satisfaction merupakan salah satu kunci dalam membangun brand equity berdasarkan konsumen, karena sangat berkaitan dengan brand loyalty.Brand PerformancePerforma dari produk merupakan elemen kunci dari Brand Equity, karena hal mengenai performa produk lah yang akan dirasakan oleh konsumen ketika menggunakan sebuah merk, apa yang mereka dengan dari orang lain mengenai sebuah merek, dan apa yang dijanjikan oleh produsen kepada konsumennya dalam setiap komunikasi mengenai merk (Keller, 2001: 10).Menurut Keller (2001: 10), Brand Performance berhubungan dengan bagaimana usaha produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional dari para konsumen. Dengan demikian, Brand Performance dapat mengacu pada sifat-sifat intrinsik yang melekat pada produk atau karakteristik layanan.Brand InnovationsDavid Aaker (1991) menjelaskan bahwa inovasi produk seperti penambahan fitur-fitur baru (seperti pilihan rasa dan aroma pada rokok), dapat menciptakan diferensiasi, memperkuat brand value, memperlebar konteks pemakaian, dan menghambat perkembangan produk lain. Stephen Robins dalam buku Gede Prama yang berjudul “Inovasi Atau Mati” halaman 13 mengungkapkan bahwa inovasi?sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasaCSR AwarenessCSR menurut Lord Holme dan Richard Watt, dalam Nor Hadi (2011: 46) adalah komitmen berkelanjutan dari perusahaan yang berjalan secara etis dan memiliki kontribusi terhadap pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan keluarga mereka, dan juga komunitas lokal serta masyarakat luas. Hal yang menghubungkan antara CSR dan brand equity adalah komunikasi dan pemasaran. Brown dan Dacin (1997) mengungkapkan bahwa komunikasi mengenai CSR ke masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk brand equity. Oleh karena itu, produsen diharapkan tidak hanya berhenti pada tahap dimana mereka melakukan kegiatan CSR, tapi juga menyebarkan berita mengenai kegiatan.Sajian dan Analisis DataDari data yang telah dikumpulkan dari responden, peneliti melakukan proses koding dan pengolahan data koding supaya dapat dianalisis menggunakan metode Structural Equational Modelling (SEM) menggunakan aplikasi Lisrel. Sajian data hasil pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut.Rokok Kretek-31623053340-62865219710Rokok Kretek Filter-516255255270Rokok Mild-532816227330Rokok PutihDari data-data di atas dapat diperoleh hasil analisis data sebagai berikut : Hubungan Antara Variabel Indepeden Brand Equity dengan Variabel Laten EksogenRokok KretekVariabel Laten EksogenVariabel IndependenNilai MuatanBrand AwarenessBrand Equity0,95Brand Perceive Quality0,30Usage1,03Brand Performance0,56Innovation1,00CSR Awareness0,80Rokok Kretek FilterVariabel Laten EksogenVariabel IndependenNilai MuatanBrand AwarenessBrand Equity1,00Brand Perceive Quality0,07Usage1,01Brand Performance0,65Innovation0,99CSR Awareness1,04Rokok MildVariabel Laten EksogenVariabel IndependenNilai MuatanBrand AwarenessBrand Equity0,96Brand Perceive Quality0,37Usage0,93Brand Performance0,49Innovation0,97CSR Awareness1,00Rokok PutihVariabel Laten EksogenVariabel IndependenNilai MuatanBrand AwarenessBrand Equity0,97Brand Perceive Quality0,61Usage1,01Brand Performance0,84Innovation0,96CSR Awareness0,73Hubungan Antara Variabel Laten dengan Indikator Variabel LatenRokok KretekVariabel LatenVariabel IndikatorNilai MuatanBrand AwarenessTOM Brand1,02TOM Advertising0,96Perceived QualityPersepsi Kualitas0,95Trust Ad0,56UsageEveruse1,00BUMO0,99BUMO Before0,99Future Brand0,96Brand PerformanceSatisfaction0,78Values0,96Loyalty0,78Recommendation0,29Brand InnovationManfaat Lebih0,98Prestis0,79Corporate Social ResponsibilitySocial Activity1,02Rokok Kretek FilterVariabel LatenVariabel IndikatorNilai MuatanBrand AwarenessTOM Brand1,00TOM Advertising1,00Perceived QualityPersepsi Kualitas1,41Trust Ad0,37UsageEveruse0,99BUMO1,00BUMO Before0,99Future Brand0,99Brand PerformanceSatisfaction0,75Values0,74Loyalty0,55Recommendation1,00Brand InnovationManfaat Lebih0,99Prestis1,00Corporate Social ResponsibilitySocial Activity0,93Rokok MildVariabel LatenVariabel IndikatorNilai MuatanBrand AwarenessTOM Brand1,00TOM Advertising1,00Perceived QualityPersepsi Kualitas0,88Trust Ad0,86UsageEveruse0,98BUMO1,00BUMO Before0,95Future Brand1,01Brand PerformanceSatisfaction1,02Values1,03Loyalty0,44Recommendation0,81Brand InnovationManfaat Lebih0,97Prestis1,01CSR AwarenessSocial Activity0,91Rokok PutihVariabel LatenVariabel IndikatorNilai MuatanBrand AwarenessTOM Brand1,01TOM Advertising0,98Perceived QualityPersepsi Kualitas0,65Trust Ad0,38UsageEveruse0,99BUMO1,00BUMO Before1,00Future Brand0,98Brand PerformanceSatisfaction0,55Values0.53Loyalty1,10Recommendation0,15InnovationManfaat Lebih1,00Prestis1,00CSR AwarenessSocial Activity0,99KesimpulanBerdasarkan hasil analisis data dan uji statistik dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa “Ada peran Brand Awareness, Brand Perceive Quality, Brand Usage, Brand Performance, Brand Innovation, dan CSR Awareness secara simultan dalam membentuk Brand Equity produk rokok di Kota Surakarta dan sekitarnya” atau dengan kata lain bahwa hipotesis dalam penelitian ini terbukti. Hal tersebut terbukti dari koefisien masing- masing variabel pembentuk brand equity dalam penelitian ini yang menunjukkan angka p-value dan RMSEA yang cukup besar. Sedangkan temuan dalam penelitian ini diantaranya ialah sebagai berikut : Rokok KretekDari kategori rokok kretek, variabel pembentuk Brand Equity yang memiliki kontribusi paling besar adalah variabel Brand Usage, kemudian diikuti oleh Brand Innovation dan Brand Awareness. Brand Usage dan Brand Innovation merupakan dua variabel yang berkaitan dengan faktor penggunaan produk oleh konsumen, dan dari besarnya peran kedua variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat cenderung melihat market share dan fitur yang dapat diberikan oleh produk sebagai faktor penting dalam membentuk Brand Equity.Rokok Kretek FilterCSR Awareness, Usage, dan Brand Awareness menjadi variabel yang memiliki kontribusi paling besar dalam membangun Brand Equity produk rokok kretek filter. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai menyadari pentingnya kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan, sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada lingkungan atau masyarakat. Untuk menyebarkan awareness mengenai kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan, maka perusahaan perlu memiliki strategi komunikasi untuk menyebarkan informasi mengenai kegiatan sosial yang telah dilakukan.Rokok MildDalam kategori produk rokok mild, variabel yang memiliki kontribusi paling besar adalah CSR Awareness, yang kemudian diikuti oleh Brand Innovation dan Brand Awareness. Sama seperti rokok kretek filter, responden menganggap bahwa penting bagi sebuah merek/ perusahaan pemegang merek untuk melakukan kegiatan sosialRokok PutihDalam kategori produk rokok putih, variabel yang memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk Brand Equity adalah variabel Brand Usage, Brand Innovations dan Brand Awareness. Dari keunggulan variabel-variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat cenderung memandang experience terhadap produk sebagai variabel yang berperan besar dalam membentuk Brand Equity produk rokok putih.SaranSaran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah sebagai berikut : Penelitian ini terbatas pada daerah Kota Surakarta dan sekitarnya, sehingga model yang digunakan untuk menganalisis tidak sepenuhnya akurat jika diterapkann di daerah lain. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbesar wilayah cakupan atau memilih lokasi lain untuk diuji, atau dibandingkan hasilnya dengan penelitian di kota lain.Model yang digunakan dalam penelitian ini masih menggabungkan antara user dan non-user, sehingga belum dapat ditarik kesimpulan perbedaan pendapat antara pemakai dan non pemakai merek. Disarankan agar penelitian selanjutnya dapat meneliti antara kategori user/ pemakai dengan non user/ bukan pemakai sehingga dapat melihat adakah perbedaan pendapat antara user dan non user.Daftar PustakaAaker, David. (1991). Managing Brand Equity; Capitalizing on the Value of Brand Name. New York: Free Press.Erdem, T., Joffre, S., Broniarczyk, S., Kapferer, J.N., Keane, M., Roberst, J., Steenkamp, J.B. & Zettelmeyer, F. (1999). Brand Equity: Consumer Learning and Choice. Marketing Letters 10 (3).Fouladivanda, F., Pashandi, M.A., Hooman, A., & Khanmohammadi, Z. (2013). The Effect of Brand Equity on Consumer Buying Behaviour of FMGC in Iran. Interdisciplinary Journal of Contemprary Research in Business 4(9)Gaillard, E. Romaniuk, J., & Sharp, A. (2005). Exploring Consumer Perceptions of Distinctiveness. Australia: The University of Western Australia.Kartono, B. & Rao, V.R. (2006). Linkin Consumer Based Brand Equity to Market Performance: An Integrated Approach to Brand Equity Management. Technical Report, Zyman Institute of Brand Science.Keller, Kevin Lane. (1993). Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer Based Brand Equity. Journal of Marketing.Keller, Kevin Lane. (2001). Building Costumer Based Brand Equity: A Blueprint for Creating Strong Brands. Report Issues 107 Marketing Science Institute, Cambridge Massachusetes.Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane. (2008). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Indeks.Morrisan, Alexander. (2010). Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Ramdina Prakarsa.Hadi, Nur. (2011). Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu ................
................

In order to avoid copyright disputes, this page is only a partial summary.

Google Online Preview   Download