BINA NUSANTARA | Library & Knowledge Center



BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Peninjauan kembali pustaka – pustaka yang terkait (review of related literature) mengenai iklim organisasi, stress kerja, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja karyawan. Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan, tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula yang sering dan berkaitan (collateral).

2.2 Iklim Organisasi

Menurut Davis and Newstrom (2001:25) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

Menurut Tagiuri dan Litwin (dalam Wirawan 2007) Iklim Organisasi merupakan kualitas lingkungan Internal Organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam penegrtian satu set karakteristik atau sifat organisasi.

Menurut Amundson (dalam Martini & Rostiana, 2003) bahwa iklim organisasi mencerminkan kondisi internal suatu organisasi karena iklim hanya dapat dirasakan oleh anggota organisasi tersebut, dan iklim dapat menjadi sarana untuk mencari penyebab perilaku negatif yang muncul pada karyawan.

Menurut Umstot, Steers (1989) dalam Muhammad Idrus (2006) memandang iklim organisasi sebagai suatu kepribadian organisasi seperti apa yang dilihat para anggotanya. Dengan demikian menurut steers, iklim organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat para pegawai dalam organisasi tersebut. Pendapat steers ini tampaknya diperkuat oleh jewell dan Siegall (1989) yang menyatakan bahwa konsep iklim organisasi didasarkan pada persepsi pribadi.

Menurut Elvira Sari (2009) dalam Jurnal Iklim organisasi adalah suatu sistem sosial yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan baik internal maupun eksternal. Iklim organisasi yang baik penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seorang karyawan tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku karyawan selanjutnya. Pengertian iklim organisasi atau suasana kerja dapat bersifat jelas secara fisik, tetapi dapat pula bersifat tidak secara fisik atau emosional

Menurut Wirawan (2008:122) iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual atau kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi dilingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah karakteristik organisasi yang dipersepsikan kondisi internal suatu organisasi yang dapat dirasakan oleh anggota organisasi untuk mencari penyebab perilaku negative yang muncul pada organisasi.

2.2.1 Dimensi Iklim Organisasi

Dimensi iklim organisasi adalah unsur, faktor, sifat, atau karakteristik variable iklim organisasi. Dimensi iklim organisasi terdiri atas beragam jenis dan beberapa pada setiap organisasi.

Menurut Robert Stringer dalam Wirawan (2007:131-133) dimensi iklim organisasi sebagai berikut :

1. Struktur (Structure)

Struktur organisasi merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

2. Standar-standar (Standards)

Mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yamg dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar-standar yang tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. standar-standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja.

3. Tanggung Jawab (Responsibility)

Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos untuk diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab tinggi menunjukan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan masalah problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.

4. Penghargaan (Recognition)

Mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas penyelesaian pekerjaan. Penghargaan yang rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.

5. Dukungan (Support)

Perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung diantara aggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih sendiri.

6. Komitmen (commitment)

Perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal. Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi

Robert Stringer (2002) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu Lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut.

Sumber: Stringer (2002)

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Iklim Organisasi

1. Lingkungan eksternal

Industry atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama, demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar, atau perusahaan industry minyak kelapa sawit di Indonesia, mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh lingkungan eksternal organisasi.

2. Strategi organisasi

Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan penentu dari level organisasi yang berbeda. Strategi mempengaruhi iklim organisasi secara tidak langsung.

a. Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada strategi yang dilaksanakan

b. Pengarturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat strategi-strategi yang berbeda.

c. Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap kekuatan sejarah yang menentukan iklim organisasi.

3. Pengaturan organisasi

Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim organisasi.

4. Kekuatan sejarah

Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadapa iklim organisasinya.

5. Kepemimpinan

Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya kinerja.

2.3 Stres Kerja

Menurut Marihot Tua Efendi Hariandja (2002:303) dalam Peni Tunjungsari (2011) Stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan, dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang

Menurut Hani, T Handoko (2011:200) stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang.

Sondang Siagian (2008:300) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak bisa di atasi dengan baik biasanya berakibat pada ketikmampuan orang beriteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luarnya

Mangkunegara (2005:28) menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, Stres kerja ini dapat menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.

Menurut pendapat Veithzal Rivai dan Ella Jauvani dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan” (2009:1008) stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

Menurut Beehr dan Newman dalam Luthans (2006:441) Stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaannya, serta dikarakterisasi oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka.

Menurut Robbins (2001:563) Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.

Dari berbagai definisi menganai stres di atas, dapat dikutip simpulan bahwa stres adalah suatu kondisi ketegangan yang diakibatkan adanya tekanan-tekanan sehingga menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.

2.3.1 Dimensi Stres Kerja

Berdasarkan definisi-definisi diatas maka dapat dibuat simpulan mengenai dimensi stress kerja, yaitu meliputi

• Emosional :

Mudah emosi/marah, mudah tersinggung, depresi/tertekan, bermusuhan dan sikap tidak bersahabat, cenderung menyalahkan orang lain, cemas, merasa dirinya tidak berharga, dan mencurigakan.

• Proses Berfikir :

Keterbatasan seseorang dalam mengatasi masalahnya dalam menyelesaikan tugas dan kemampuannya dalam mengerjakan tugas dirasakan tidak sesuai dengan tugas yang diberikan sehingga memerlukan proses berpikir yang lebih keras.

• Kondisi Fisik :

Meliputi tekanan darah tinggi, tensi otot meningkat, respirasi meningkat atau denyut nadi meninggi, telapak tangan sering berkeringat, tangan dan kaki dingin,sakit kepala, perut merasa tidak

enak, suara serak meninggi, perubahan nafsu makan menurun, sering buang air kecil, gelisah, dan sulit tidur.

• Sikap/perilaku :

Meliputi menurunnya produktivitas, cenderung membuat kekeliruan, suka lupa, kurang perhatian terhadap segala sesuatu, melamun, suka menyendiri, tidak berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas, kreativitas berkurang, pengguna alcohol dan obat-obat terlarang meningkat, absensi meningkat dan sakit-sakitan, badan lemah, kehilangan kepentingan, dan cenderung mengalami kecelakaan.

2.3.2 Faktor – Faktor Penyebab Stres Kerja

Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressor, biasanya karyawan mengalami stress karena kombinasi stressor.

Menurut Beehr & Newman dalam Luthans (2006:442) membagi sumber stress dalam lingkungan kerja sebagai berikut:

1. Stress yang bersumber dari lingkungan fisik

Sumber stress ini mengacu pada kondisi ini fisik dalam lingkungan dimana pekerjaan harus beradaptasi untuk memelihara keseimbangan dirinya. Stress yang bersumber dari lingkungan fisik ini, diantaranya adalah :

• Kondisi penerangan ditempat kerja

• Tingkat kebisingan

• Keluasan wilayah kerja

2. Stress yang bersumber dari tingkatan individu

Yang dimaksud dengan sumber ini adalah stress yang berkaitan dengan peran yang dimainkan dan tugas-tugas yang harus diselesaikan sehubungan dengan posisi seseorang dilingkungam kerjanya, yang termasuk kedalam sumber stress ini adalah:

• Konflik peran (role conflict)

Kombinasi dari harapan dan tuntutan yang diberikan kepada para pegawai anggota lain dalam organisasi yang menimbulkan tekanan disebut tekanan peran. Jika terdapat dua atau lebih tekanan peran, maka timbullah konflik. Konflik peran ini dapat bersifat objektif dan subjektif. Disebut objektif jika seseorang menghadapi dua atau lebih tuntutan yang bertentangan. Diebut subjektif jika seseorang menghadapi ketidaksesuaian antara keinginan ribadi dengan tujuan serta nilai dirinya dengan tuntutan perannya.

• Peran yang rancu / tidak jelas (role ambiguity)

Ketidakjelasan seseorang mengenai peran yang harus dilaksanaknnya,baik yang berkaitan dengan tugas yang harus ia lakukan maupun dengan tanggung jawab sehubungan dengan posisinya. Hal ini juga pada saat individu mengalami ketidakpastian mengenai tindakan apa untuk diambil dalam rangka memenuhi suatu pekerjaan.

• Beban kerja yang berlebihan (wok overload)

Beban kerja ini dapat bersifat kumulatif maupun kualitatif. Disebut kuantitatif jika seseorang menghayati terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, atau karena keterbatasan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Disebut kuantitatif jika seseorang menghayati kurangnya kemampuan dirinya untuk menyelesaikan pekerjaannya atau pekerjaan yang ia hadapi menuntut keahlian yang melebihi kemampuannya. Tingkat stress yang optimal menghadirkan keseimbangan akan tantangan, tanggung jawab, dan reward. Tanda – tanda beban berlebih diantaranya mudah tersinggung kelelahan fisik dan mental.

• Tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility)

Tanggung jawab disini dapat meliputi tanggung jawab terhadap orang lain/hal- hal lain. Dalam banyak kasus, tanggung jawab terhadap orang lain lebih potensial sebagai sumber stress. Karena tanggung jawab ini akan berkaitan dengan tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat memberikan kepuasan bagi berbagai pihak. Lebih jauh lagi tanggung jawab ini dapat mengakibatkan berlebihnya beban kerja, konflik peran atau keracunan peran.

• Kesempatan untuk mengembangkan karir (career development)

Yang dimaksud dengan stress ini adalah aspek-aspek sebagai hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungan organisasi yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kualitas dari pengembangan karirnya. Stress ini dapat terjadi jika kerja merasakan kehilangan akan rasa aman terhadap pekerjaannya. Promosi yang dirasakan tidak sesuai yang secara umum disebabkan karena adanya ketidaksesuaian antara karir yang diharapkan dengan apa yang diperoleh selama ini, atau juga tidak ada juga kejelasan perkembangan karir. Terbatasnya peluang karir tidak akan menimbulkan stres pada tenaga kerja yang yang tidak memiliki aspirasi karir.

3. Stress yang bersumber dari kelompok dan organisasi

a. Stress yang bersumber dari kelompok

Stress ini bersumber dari hasil interaksi individu-individu dalam suatu kelompok yang disebabkan perbedaan-perbedaan diantara mereka, baik perbedaan sosial maupun psikologi. Stress yang bersumber dari kelompo antara lain :

▪ Hilangnya kekompakan kelompok (lack of cohesiveness)

Kecenderungan untuk bersatu diantara anggota kelompok disebut sebagai kekompakan. Hilangnya kekompakan ini dapat mengakibatkan rendahnya moril kerja, tampilan kerja yang buruk, serta perubahan fisik seperti tekanan dara yang meningkat.

▪ Tidak adanya dukungan yang memadai (group support)

Yaitu dukungan dari sesame anggota kelompok, misalnya dalam membagi masalah. Dukungan kelompok dapat dipandang sebagai sumber yang dapat membatu seseorang dalam menghadapi stress.

▪ Konflik intra dan inter kelompok

Yang dimaksud dengan intragroup conflict adalah jika terdapat ketidaksesuaian antara anggota kelompok tentang bagaimana pemecahan suatu masalah. Konflik ini dapat disebabkan oleh adanya persepsi, pengalaman, nilai atau sumber, informasi yang berbeda diantara mereka. interaction conflict timbul jika terdapat pertentangan diantara anggota kelompok, sedangkan intergroup conflict dapat terjadi apabila kurang adanya koordinasi yang baik diantara beberapa kelompok, padahal kelompok-kelompok tersebut didalam melaksanakan tugasnya tergantung dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya.

b. Stress yang bersumber dari organisasi

Macam-macam stress yang bersumber dari organisasi adalah

▪ Iklim organisasi

Interaksi diantara individu, struktur kebijaksanaan dan tujuan organisasi secara umum disebut iklim organisasi yang bersangkutan. Iklim dapat mempengaruhi tingkah laku diantara individu-individunya atau diantara kelompoknya dan juga interaksi diantara mereka.

▪ Struktur organisasi

Stress yang timbul oleh bentuk struktur organisasi yang berlaku pada lembaga yang bersangkutan. Apabila bentuk dan struktur organisasi kurang jelas dan dalam jangka waktu yang lama tidak ada perubahan atau pembaharuan, amak hal tersebut dapat menjadi sumber stress. Posisi individu dalam struktur organisasi dapat juga menggambarkan bagaimana stress dialami.

▪ Territorial organisasi

Menggambarkan ruang pribadi atau arena kegiatan seseorang, tempat dimana mereka bekerja, berfikir atau bergurau. Setiap orang menggembangkan rasa memiliki terhadap ruang pribadi mereka, antara lain ruang kerja, territorial organisasi ini berkaitan dengan bagian-bagian dirasakan akrab, diluar itu sebagai wilayah yang asing. Sehubung dengan teritori organisasi ini dapat dikatakan bahwa perubahan pada pola keakraban dapat menjadi pemicu bagi timbulnya stress pada seseorang.

▪ Teknologi

Sumber daya yang digunakan organisasi untuk mengubah sumber input menjadi output yang diinginkan dapat melalui individu yaitu kemampuan atau pengetahuan teknis yang dimiliki atau melaui peralatan yang tersedia, dimana nantinya akan mengahsilkan output yang diinginkan oleh lembaga. Jika peralan yang diperlukan tersebut kurang menunjang pekerjaaan maka hal tersebut bisa menimbulkan stress.

▪ Pengaruh pimpinan

Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas pekerjaan, iklim dan kelompok adalah bagaimana pimpinannya. Seringkali pimpinan mempunyai pengaruh yang lebih kuat dibandingkan dengan aspek-aspek lain dalam pekerjaan, salah satu nya bersumber dari tingkat kewenangan dan kekuasaan. Berkaitan dengan kewenangan yang dimilikinya entah itu dalam memberikan reward atupun punishment yang dilakukan pimpinan terhadap bawahannya, pada dasarnya setiap pimpinan dibentuk sama.

2.3.3 Gejala Stres yang ada di Tempat Kerja

Sweeney dan Mcfarlin (2002:253) menyebutkan beberapa gejala stress yang ada ditempat kerja, antara lain adalah :

1. Kepuasan kerja yang rendah

2. Kinerja yang menurun

3. Semangat dan energi menjadi hilang

4. Komunikasi yang tidak lancar

5. Pengambilan keputusan jelek

6. Kreatifitas dan inovasi kurang

7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

Terry Beehr dan John Newman (dalam rice,1999) mengkaji ulang beberapa kasus stress pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stress pada individu, yaitu:

1. Gejala individu

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stress pekerjaan :

▪ Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung

▪ Perusahaan frustasi, rasa marah, dan dendan (kebencian)

▪ Sensitif dan hyperreactivity

▪ Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi

▪ Komunikasi yang tidak efektif

▪ Perasaan terkucil dan terasing

▪ Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

▪ Kelemahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi

▪ Kehilangan spontanitas dan kreativitas

▪ Menurunnya rasa percaya diri

2. Gejala fisiologis

Gejala – gejala utama dari fisiologis dalam stress kerja adalah

▪ Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderunganmengalami penyakit kardiovaskular

▪ Meningkatnya sekresi dari hormone stess (contoh : adrenalin dan nonadrenalin)

▪ Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)

▪ Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

▪ Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)

▪ Gangguan pernafasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada

▪ Gangguan pada kulit

▪ Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot

▪ Gangguan tidur

▪ Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk resiko tinggi kemungkinan terkena kanker

3. Gejala perilaku

Gejala-gejala perilakuyang utama dari stress kerja adalah

▪ Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan

▪ Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas

▪ Meningkatnya gangguan minuman keras dan obat-obatan

▪ Perilaku sabotase dalam pekerjaan

▪ Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebgai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secra tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi

▪ Meningkatnya kecenderungan perilaku yang beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi

▪ Meningkatnya agresivitas, vandalism, dan kriminalitas

▪ Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

▪ Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

▪ Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas

2.3.4 Dampak Stres Kerja

Menurut Luthans (2006:456) berdasarkan penelitian diindikasi tingkat kesulitan, sifat tugas yang dikerjakan, disposisi psikologis dan neurotisme mungkin mepengaruhi hubungan anatara stress dan kinreja . masalah karena tingkat stress yang tinggi dapat ditunjukan secara fisik, psikologis, dan atau perilaku individu.

Stress kerja pada umumnya lebih banyak merugikan diri dari karaywan itu sendiri maupun merugikan karyawan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi, dan sebagainya. Konsekuensi pada karyawan tidak hanya berhubungan dengan aktifitas kerja karyawan saja, tetapi dapat juga meluas ke aktivitas diluar pekerjaan, seperti tidak dapat tidur dengan tenang, dan kurang mampu untuk berkonsentrasi.

Dan bagi perusahaan, konsekuensi yang akan timbul adalah dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktifitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover.

2.3.5 Pendekatan Stres Kerja

Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009:1008-1009) terdapat dua pendekatan pada stress kerja yaitu pendekatan individu dan perusahaan. Bagi individu penting dilakukan pendekatan karena stress dapat mempengaruhi kehidupan , kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Bagi perusahaan bukan saja hanya karena alasan kemanusiaan, tetapi juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dan efektivitas dari perusahaan secara keseluruhan.

Perbedaan pendekatan individu dengan pendekatan perusahaan tidak dibedakan secra tegas, pengurangan stress dapat dilakukan pada tingkat individu, organisasi maupun kedua-duannya.

a) Pendekatan individu

▪ Meningkatkan keimanan

▪ Melakukan meditasi dan pernafasan

▪ Melakukan kegiatan olah raga

▪ Melakukan relaksasi

▪ Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga

▪ Menghindari kegiatan rutin yang membosankan

b) Pendekatan perusahaan

▪ Melakukan perbaikan iklim organisasi

▪ Melakukan perbaikan terhadap terhadap lingkungan fisik

▪ Menyediakan sarana olahraga

▪ Melakukan analisis dan kejelasan tugas

▪ Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan

▪ Melakukan restrukturisasi tugas

▪ Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran

2.4 Komitmen Organisasi

Menurut Barlett & McKinney (2004) komitmen organisasi adalah sikap ditempat kerja yang menggambarkan ikatan psikologis antara individu karyawan dan organisasi yang mempekerjakannya.

Menurut Luthans (2006:249) komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiaannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

Menurut Robbins & Timothy A. Judge (2008:100) adalah tingkat sampai mana seseorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.

Menurut Beverly Metcalf and Gavin Dick (2001:399-419) Komitmen Organisasi merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterkaitan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karekteristik komitmen organisasi antara lain adalah :

• Kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi (goal congruence)

• Kemauan untuk melakukan usaha atas nama organisasi (loyalitas)

• Keinginan untuk menjadi anggota organisasi.

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat sampai mana seorang karyawan dan keterlibatan seorang karyawan memihak sebuah organisasi dengan tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan dirinya dalam organisasi tersebut.

2.4.1 Dimensi Komitmen Organisasi

Menurut Meyer dan Allen dalam Luthans (2006:249) ada tiga dimensi komitmen organisasi adalah

1) Komitmen efektif (effective commitment)

Keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Keterikatan emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai misinya.

2) Komitmen keberlanjutan (continuence commitment)

Komitmen berdasarkan kerugian berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Semakin lama seseorang tinggal dalam sebuah organisasi, ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka investasikan di organisasi tersebut selama bertahun-tahun, misalnya senioritas, kesempatan, promosi, rencana pensiun, hubungan persahabatan dengan rekan kerja. Karyawan dengan tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi hanya karena tidak ingin mengambil resiko kehilangan hal-hal tersebut.

3) Komitmen normative (normative commitement)

Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu, tindakan tersebut merupakan hal yang benar yang harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari orang atau pihak lain. Karyawan dengan tingkat komitmen normative yang tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari organisasi tempatnya bekrja. Karyawan ini akan merasa enggan untuk menegcewakan majikannya dan khawatir akan dicap buruk oleh rekan sekerjanya bila ia keluar dari pekerjaan tersebut.

2.4.2 Manfaat Komitmen Organisasi

Seseorang yang memiliki suatu komitmen dalam hidupnya akan melihat diri mereka sebagai anggota organisasi yang berdedikasi, mereka akan mengabaikan sumber ketidakpuasan kerja dan memiliki masa jabatan yang panjang dengan organisasi. Sedangkan seseorang yang tidak memiliki komitmen dalam hidupnya akan mengekspresikan hal-hal tentang ketidakpuasannya dengan lebih terbuka, dan akan memiliki masa pendek dengan organisasi.

Selain itu komitmen memiliki manfaat lainya. Karyawan yang memiliki komitmen cenderung memiliki catatan kehadiran yang lebih baik dan masa kerja yang lebih lama dari karyawan yang kurang memiliki komitmen. (Ivancevich, Konopaske, & Matteson, 2007:169)

Komitmen organisasional yang kuat ditandai dengan :

a. Sebuah dukungan dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi.

b. Sebuah keinginan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi

c. Sebuah keinginan untuk tetap dengan organisasi

2.4.3 Meningkatkan Komitmen Organisasi

Menurut Dessler dalam Luthans (2006:250) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan :

1. Berkomitmen pada nilai utama manusia : membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baikdan tepat, dan mempertahankan komunikasi.

2. Memperjelas dan megkomunikasikan misi anda : memperjelas misi dan ideology; berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi.

3. Menjamin keadilan sosial : memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.

4. Menciptakan rasa komunitas : membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan, menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama.

5. Mendukung perkembangan karyawan : melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukan dan memberdayakan, mempromosikan dari dalam, menyediakan aktivitas perkembangan, meyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.

2.5 Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Luthans (2006:243), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.

Menurut pendapat Robbins dan Judge (2007) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum individu terhadap pekerjaanya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi memenuhi standar kinerja.

Hasibuan (2007:202) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.

Gibson dalam Wibowo (2007:501) kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki pekerja tentang pekerjaan mereka. hal tersebut merupakan hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan.

Menurut Wibowo (2008:299) kepuasan kerja merupakan sikap positif atau negative yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka.

Menurut Robbins (2003) dalam Wibowo (2007:75) Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antar jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.

Menurut Handoko (1992:193) dalam soedjono (2005) Kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaanya. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadapa pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negative terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang mengenai pekerjaan yang dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya dan merupakan keadaan emosional yang dirasakan oleh seseorang terhadap hasil yang telah dia rasakan dalam melakukan pekerjaan yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan.

2.5.1 Teori Kepuasan Kerja

Menurut Wibowo (2007:503-504) :

1) Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.

Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak ada. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negative, dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors.

Sebaliknya, kepuasan kerja ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk mengembangkan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dinamakan motivators.

2) Value Theory

Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin dikit mereka menerima hasil, akan kurang puas. Value theory memfokuskan pada hasil mana pun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang di miliki dan di inginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.

Implikasi teori ini mengundang perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu diubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Secara khusus teori ini menganjurkan bahwa aspek tersebut tidak harus sama berlaku untuk semua orang, tetapi mungkin aspek niali dari pekerjaan tentang orang-orang yang merasakan adanya pertentangan serius.

Dengan menekankan pada nilai-nilai, teori ini menganjurkan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor. Oleh karena itu, cara yang efektif untuk memuaskan pekerjaan adalah dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila mungkin memberikannya.

2.5.2 Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2007:504-505) terdapat lima faktor yang memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut.

a. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)

Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

b. Disprepancies (perbedaan)

Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat atas harapan.

c. Value attainment (pencapaian nilai)

Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

d. Equity (keadilan)

Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan ditempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relative lebih menguntungkan dibangdingkan dengan perbandingan antara keseluaran dan masukknya pekerjaan lainnya.

e. Dispositional/genetic components (komponen genetic)

Beberapa rekan kerja atau teman tampak puasn terhadap variasai lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

Menurut Luthans (2006:243) ada beberapa faktor penentu kepuasan kerja karyawan dalam perusahaan, yaitu sebagai berikut :

1. Pekerjaan itu sendiri (The Work it self)

Kepuasan terhadap kepuasan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.

2. Atasan (supervisor)

Atasan yang senantiasa memberiakn perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut. Dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja kepemimpinan yang kosisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan positif.

3. Rekan Kerja (workers)

Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan social terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu.

4. Promosi (promotion)

Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

5. Gaji (pay)

Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (sandang,pangan,dan papan), uang dapat merupakan symbol,dari pencapaian (achievement), keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan. Jumlah uang yang diperoleh dapat secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan.

6. Kondisi kerja (working conditions)

Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan keengnana untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam kondisi yang baik maka kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.

2.5.3 Korelasi Kepuasan Kerja

Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2007:505) terdapat hubungan antar kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negative. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa manajer dapat memengaruhin dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja.

Beberapa korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut :

a. Organizational commitment (komitmen organisasi)

Komitmen organisasional mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan. Manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktifitas lebih tinggi.

b. Absenteeism (kemangkiran)

Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap mencari cara untuk menguranginya. Satu rekomendasi telah meningkatkan kepuasan kerja. Apabila rekomendasinya sah, akan terdapat korelasi negative yang kuat antara kepuasan dan kemangkiran. Dengan kata lain, apabila kepuasan meningkat, kemangkiran akan turun. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan terdapat hubungan negatif yang lemah antara kepuasan dan kemangkiran. Oleh karena itu, manajer akan menyadari setiap penurunan signifikan dalam kemangkiran akan meningkatkan kepuasan kerja.

c. Turnover (perputaran)

Perputaran sangat penting bagi manajer karena mengganggu kontinuitas organisasi dan sangat mahal. Penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif moderat antara kepuasan dan perputaran. Dengan kekuatan hubungan tertentu, manajer disarankan untuk mengurangi perputaran dengan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.

d. Perceived stress (perasaan stress)

Stres dapat berpengaruh negatif terhadap perilaku organisasi dan kesehata individu. Stres secara positif berhubungan dengan kemangkiran, perputaran, sakit jantung koroner, dan pemeriksaan virus. Penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif kuat antara perasaan stres dengan kepuasan kerja. Diharapkan manajer berusaha mengurangi dampak negatif stres dengan memperbaiki kepuasan kerja.

e. Job performance (prestasi kerja)

Kontroversi terbesar dalam penelitian organisasi adalah tentang hubungan antara kepuasan atau prestasi kerja atau kinerja. ada yang menyatakan bahwa kepuasan memengaruhi prestasi kerja sangat tinggi, sedangkan lainnya berpendapat bahwa prestasi kerja memengaruhi kepuasan. Penelitian untuk menghapuskan kontroversi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan kinerja.

2.5.4 Meningkatkan Kepuasan Kerja

Menurut Greenberg dan Baron (2003:159) ada beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya yaitu :

1. Make jobs fun

Orang akan merasa lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetap ada cara untuk menyuntikan beberapa level keasyikan ke dalam hamper setiap pekerjaan.

2. Pay People Fairly

Ketika orang merasa dibayar atau diberi imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.

3. Match people to jobs that fit their interests

Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut.

4. Avoid boring, repetitive jobs

Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasilan dengan control secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka.

2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber : Penulis

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis

Menurut Uma, Sekaran (2006:135) hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variable yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan sosisalisasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian.

Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat asosiatif yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh antar variabelnya. Berdasarkan permasalahan yang ada pada bab 1 dan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Untuk T-1 :

1. Hipotesis 1

Ho : Variabel iklim organisasi dan stres kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap variabel komitmen organisasi.

Ha : Variabel iklim organisasi dan stress kerja memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap variabel komitmen organisasi.

2. Hipotesis 2

Ho : Variabel iklim organisasi tidak berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel komitmen organisasi.

Ha : Variabel iklim organisasi berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel komitmen organisasi.

3. Hipotesis 3

Ho : Variabel Stres Kerja tidak berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel komitmen organisasi.

Ha : Variabel Stres Kerja berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel komitmen organisasi.

Untuk T-2 :

4. Hipotesis 4

Ho : Variabel iklim organisasi, stress kerja, dan komitmen organisasi tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.

Ha : Variabel iklim organisasi, stress kerja, dan komitmen organisasi memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.

5. Hipotesis 5

Ho : Variabel iklim organisasi tidak berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.

Ha : Variabel iklim organisasi berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.

6. Hipotesis 6

Ho : Variabel stress kerja tidak berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.

Ha : Variabel stress kerja berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan

7. Hipotesis 7

Ho : Variabel komitmen organisasi tidak berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.

Ha : Variabel komitmen organisasi berkontribusi secara parsial dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.

-----------------------

Pengaturan organisasi

Praktik kepemimpinan

Strategi organisasi

Sejarah organisasi

Iklim organisasi

Lingkungan eksternal

Iklim Organisasi (X1)

- Struktur

- Standar-standar

- Tanggung jawab

- Penghargaan

- Dukungan

- Komitmen

Kepuasan Kerja Karyawan (Z)

- Pekerjaan itu sendiri

- Atasan

- Teman sekerja

- Promosi

- Gaji

- Kondisi kerja

Komitmen Organisasi (Y)

- Komitmen efektif

- Komitmen berkelanjutan

- Komitmen normatif

Stress Kerja Karyawan (X2)

- Emosional

- Proses Berfikir

- Kondisi Fisik

- Sikap/Perilaku

................
................

In order to avoid copyright disputes, this page is only a partial summary.

Google Online Preview   Download